-->

Spekulan Rusak Budaya Pakai Batu Akik Indonesia

Dalam satu tahun belakangan ini, Nusantara Indonesia dikejutkan dengan fenomena batu akik yang booming dengan cepat. Para pakar ilmu financial psychology menyebtu fenomena itu sebagai “financial mania”. Sekeping fenomena yang bisa membuat kita semua tenggelam dalam “keterpanaan kolekfif”.



Sejatinya, fenomena batu akik sudah berusia ratusan tahun, terjadi di semua negara dunia. Bahkan konon sudah ribuan tahun lalu orang mengenal batu akik. Namun belakangan ini euforia masal tersebut kadang membentuk kegilaan. Saat eforia yang bercampur kegilaan ini meledak, maka harga produk yang dibeli – entah saham, bunga gelombang cinta atau batu akik – bisa melesat puluhan atau bahkan ratusan kali lipat.

Apa pelajaran dari batu akik mania atau financial mania ini? Hati-hati dengan bahaya laten irasionalitas yang mengendap dalam jiwa kita. Saat kita dihadapkan pada fenomena orang yang ramai berbondong-bondong memburu sesuatu, kita mesti sadar mungkin ada benih irasionalitas disana.

Berbicara budaya, tradisi akik memang sudah mengakar. Saatnya kita berbicara keindahan. Dua hal ini menjadi penting bahwa memakai batu akik adalah bagian dari melestarikan budaya dan memperindah diri.

Dan untuk keindahan diri kita sendiri yang bisa mengukurnya, sesuai dengan kemampuan kita.

Spekulanpun Ikut Bermain

Tren batu akik saat ini memicu harga batu alam ini melambung tinggi. Namun, hati-hati, harganya bisa saja tak menentu. Harga batu akik ini tidak ada standart harga yang digunakan jadi acuan. Harga yang terjadi hanya kesepakatan antara pembeli dan penjual saja.

Untuk batu akik, harga didasari kesepakatan penjual dengan pembeli. Pada batu akik, fluktuasi harga tergantung penawaran dan permintaan. Dan tidak ada buy back yang menggaranti harga batu akik bisa dijual kembali dengan harga yang wajar apabila trendnya sudah tidak booming lagi.

Apabila spekulan telah menghitung jumlah batu yang dibelanjakan serta dikumpulkannya cukup mulailah dia bermain pada bisnis ini. Disiapkannya lah orang-orangnya agar membuat usaha ini menjadi trend dan booming. Mereka disebar dibeberapa kota besar yang ada di Indonesia. Mulai dari tidur, makan serta ongkos transport nya dibiayai oleh spekulan.

Dicari setiap penjual batu akik ataupun komunitas-komunitas batu akik yang lumayan cukup terkenal disetiap kota-kota besar lalu mereka seolah-olah mencari batu yang telah dikumpulkan oleh spekulan tadi. Mereka berani membayar mahal terhadap batu itu apabila para penjual batu bisa menyanggupi permintaan batu yang mereka minta. Orang pertama pun telah sukses menyebarkan informasi akan kebutuhan batu dan berani bayar mahal.

Lalu masuk orang kedua yang bertujuan untuk memasarkan batu akik kepada penjual batu. Orang kedua menawarkan batu akik yang telah dikumpulkan oleh spekulan tadi. Tentu karena barang yang ditawarkan oleh orang kedua terbilang murah sementara penjual batu tau bahwa ada yang meminta jenis batu yang sama dan berani bayar mahal maka penjual batu pun berusaha untuk memborong batu-batu akik dari orang kedua.

Orang kedua juga dalam memasarkan batu telah punya konsep yang jelas bagaimana cara memasarkan jumlah batu. Mereka tentu telah menghitung dengan jeli barang yang masuk dan barang yang keluar. Spekulan telah menghitung jumlah uangnya yang beredar di pasar. Tujuan utamanya adalah untung besar. Sementara masyarakat bawah yang ikut-ikutan berbisnis batu lupa pada usaha pokok nya sehingga banyak kita lihat para penjual batu musiman yang ingin mencari untung yang berlipat dari usaha ini.

Setelah spekulan telah menghitung untung dan untung yang diperolehnya sudah cukup besar maka yakin dech para spekulan tentu sedang berusaha membuat trend bisnis baru lagi dikemudian hari.

Akhirnya kembali pada kita, keindahan dan budaya ini kitalah yang menjaga, euforia hanya akan melahirkan irasionalitas. Kitalah yang mengukurny

Previous
Next Post »

1 comments:

Unknown delete May 4, 2015 at 8:46 AM

Kemungkinan begitu min

Post a Comment