Tingginya animo masyarakat terhadap batu akik, mendorong Pemerintah Daerah (Pemda) DIY untuk segera membuat regulasi dan standarisasi penjualan batu akik yang saat ini sedang 'booming' di pasaran. Saat ini tengah disusun regulasi mengenai pengambilan bahan baku, pengolahan dan perdagangan batu akik. Hal tersebut disiapkan agar penjual, penyelenggaraan pameran batu mulia dan masyarakat dapat teredukasi dengan baik dan dapat terkontrol.
Demikian disampaikan Kepala Bidang (Kabid) Industri Logam, Sandang dan Aneka (ILSA) Disperindagkop dan UKM DIY, Polin MW Napitupulu. Ia menegaskan bahwa pemerintah pusat maupun daerah harus melakukan penetapan standarisasi harga batu akik.
"Diawali dari bahan bakunya terlebih dahulu, dalam hal ini oleh Dinas PUP-ESDM terkait izin mengambil batu-batuan mulia karena tanpa itu nanti akan liar di lapangan. Ada aturannya tetapi karena belum maksimal maka jadi liar seperti saat ini, " tuturnya.
Saat ini pihak Diskoperindag DIY, tengah mengumpulkan para pedagang maupun penyelenggara pameran serta memberikan wacana mengenai perlunya standart harga batu akik.
"Bahan baku akik kalau yang normal tidak lebih dari Rp 10 ribu ditambah ongkos gosok Rp 20 ribu maka harga jualnya seharusnya maksimum Rp 50 ribu. Tetapi apa yang terjadi di lapangan di jual harganya sampai Rp 200 hingga Rp 300 ribu, inilah pembelajaran kepada penjual yang harus didekati secara intensif dan dibina dengan aturan main," ungkap Polin.
Menurutnya batu mulia yang ada harus mempunyai standarisasi dan harganya, sedangkan yang tidak ada harganya adalah batu mulia yang langka seperti batu bergambar. Meskipun tidak ada batasan harga bagi batu mulia yang langka, tetap diharapkan menjual dengan batas kewajaran.
DIY sendiri sudah memiliki laboratorium untuk menentukan keaslian batu tersebut atau tidak serta ahli yang mentaksasi harga batu mulia. Sumber batu mulia ada di 4 kabupaten di DIY, sehingga layak dihidupkan kelembagaannya, selain itu masyarakat juga akan diedukasi batu mulia agar tidak tertipu atau dibohongi